Senin, 25 Maret 2019

Hidup Itu Bukan Tentang Satu Hal


Beberapa waktu lalu saya melayat seorang senior sepuh di sebuah organisasi yang meninggal karena komplikasi diabetes dan hypertensi. Sedih rasanya mengingat beliau adalah orang yang semangat kerjanya patut dicontoh semasa hidup, tapi lega juga mengingat beliau sekarang sudah tak merasakan sakit lagi. Hanya doa yang bisa disampaikan semoga amal ibadah beliau diterima di sisi-Nya.


Semasa hidup almarhum merupakan seseorang yang sangat keras dalam bekerja, beliau membangun perusahaan furniture mulai dari nol hingga bisa ekspor. Tapi sayang ketika usaha beliau sudah berkembang pesat, kesehatan beliau malah menurun akibat pola kerja yang tidak mengenal waktu, pola makan yang kacau, istirahat kurang, dan sedikit aktivitas fisik. Akibatnya di usia hampir 60 beliau terindikasi penyakit jantung dan hypertensi. Kondisi semakin menyedihkan mengingat anak-anak beliau yang tinggal jauh dan terlalu sibuk dengan bisnisnya masing-masing untuk sekedar melihat kabar ayahnya, bahkan ketika beliau terserang stroke sekalipun. Memang diakui beliau, sejak anak-anaknya masih kecil jarang berkomunikasi dengan karena kesibukan kerja, pulang larut anak-anak sudah tidur.


Ketika beliau meninggalpun tak banyak orang yang melayat, meskipun berbagai karangan bunga dari rekan-rekan bisnis berjajar di pagar rumah hingga pagar rumah tetangga. Sepertinya para tetangga juga tidak terlalu dekat dengan almarhum. Seperti ada satu hal yang kurang dibalik kesuksesan almarhum.


________________________


Paul J. Meyer seorang triliuner yang menulis 24 Keys That Bring Complete Success mengatakan dalam bukunya bahwa kesuksesan hidup itu haruslah diusahakan dalam segala aspek kehidupan. Dia membagi kehidupan mencakup 6 aspek. Apa itu?


1. Keluarga (Family & Home)

2. Keuangan & Pekerjaan (Financial & Carrier)

3. Kesehatan (Physical & Health)

4. Keagamaan & Spiritualitas (Spiritual & Ethical)

5. Sikap Mental & Pengembangan Diri (Mental & Educational)

6. Kehidupan Sosial (Social & Cultural)


Keenam aspek itu tadi haruslah berjalan beriringan dan saling melengkapi. Keenamnya diibaratkan sebagai jari-jari roda, yang mana jika salah satu diantara enam aspek tersebut kurang maka akan terjadi ketimpangan yang berakibat roda tidak berjalan dengan mulus. Jika semua jari-jari itu kecil, maka perjalanan hidup akan sangat lambat, bahkan tidak sampai tujuan.



Kamu sukses dalam pekerjaan, secara financial berkecukupan tapi apa gunanya jika kamu tidak sehat, karena terlalu sibuk hingga tidak sempat berolahraga. Makan makanan semahal apapun terasa tidak enak, dan lama-lama harta yang kamu kumpulkan selama ini malah habis terpakai untuk biaya berobat.


Kamu seseorang yang sangat religius, segala macam ibadah yang diperintahkan agamamu kamu kerjakan. Tapi kamu tidak baik dengan tetanggamu, kamu tidak mau menyapa ataupun mengobrol dengan tetangga karena keagamaan mereka tidak sebaik keagamaanmu, bahkan datang melayat tetangga yang meninggal saja kamu tidak mau. Tentu saja tetanggamu tidak akan peduli kepadamu jika sewaktu-waktu kamu mendapat musibah atau ujian.


Kamu seseorang yang cerdas, berpendidikan tinggi, tapi kamu merasa terlalu gengsi untuk bekerja kepada orang lain, tapi kamu juga terlalu malas untuk memulai usahamu sendiri. Bekerja hanya akan membuat kamu kehilangan waktu bebasmu dan merendahkan martabat keilmuan-mu. Dan apa yang terjadi kemudian, kamu tidak punya penghasilan, hidupmu tidak berkembang dan ilmu yang kamu miliki kemudian tidak bermanfaat.

___________________________________


Mungkin dalam hidup, kita memiliki prioritas masing-masing, memiliki mimpi masing-masing dan cara masing-masing untuk meraihnya. Tapi kita juga harus ingat bahwa kita tidaklah hidup sendiri, kita punya keluarga untuk pulang, kita punya tetangga untuk hidup berdampingan, kita punya kehidupan social untuk berbagi dan berkembang dan kita punya kehidupan spiritual sebagai sarana control atas diri kita sendiri di dunia yang fana dan tak menentu.


Enam aspek dalam kehidupan yang di paparkan oleh Paul J. Meyer di atas sangatlah baik dipakai sebagai sarana mengevaluasi diri atas kehidupan yang kita jalani. Setidaknya jika setiap akhir tahun kehidupan kita dievaluasi dengan cara di atas, maka di tahun berikutnya kita tahu bagian mana dalam hidup ini yang perlu diperbaiki.


Sri Paduka Mangkunagara IV
Jauh sebelum Paul J. Meyer membagi kehidupan dalam 6 bagian, Sri Paduka Mangkunagara IV yang bertahta di Surakarta tahun 1853 – 1881 dalam Serat Wedhatama membagi kehidupan ini ke dalam tiga bagian yaitu Wirya (versi lain Daya)Arta dan Wasis. Pembagian Mangkunagara IV nampak lebih sederhana, namun demikian sebetulnya pembagian ini lebih mendalam.


Wirya atau Daya bermakna kekuatan, kekuatan fisik (kesehatan) maupun kekuatan social (power). Kesehatan menjadi bagian yang paling mendasar dalam kehidupan, karena itu upaya memelihara kesehatan haruslah ditempatkan di nomor satu. Sedangkan kekuatan sosial (power) bagian yang juga tidak boleh dilewatkan, kemampuan kita menyatu dengan lingkungan sosial akan mempengaruhi kenyamanan dan keamanan kita dalam menjalani kehidupan, secara lebih khusus keluarga.


Arta berarti uang, namun demikian yang dimaksud arta disini sebetulnya adalah finansial dan karier. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa sekuat apapun kita berusaha menjauhi sikap materialistic, kita tetap membutuhkan keamanan finansial untuk menjalani hidup dan bermanfaat bagi keluarga. Toh kalau kita tidak memiliki uang, kita malah menjadi beban bagi keluarga maupun lingkungan kita.


Yang terakhir Wasis berarti cerdas, seseorang haruslah selalu berusaha meng-update ilmu dan mengembangkan diri secara mental dan spiritual termasuk di dalamnya agama. Karena di zaman yang terus berkembang, bisa jadi ilmu yang kita dapatkan beberapa tahun yang lalu sudah ketinggalan zaman, karena itu di zaman sekarang tidak ada jeda bagi kita untuk berhenti belajar.


"Bonggan kang tan mrelokena, mungguh ugering ngaurip,

uripe tan tri prakara,  wirya, arta, tri winasis,

kalamun kongsi sepi, saka wilangan tetelu, telas tilasing janma,

aji godhong jati aking, temah papa papariman ngulandara."


Celakalah bagi yang tidak berusaha mengerti akan landasan hidup.

Ada tiga hal dalam hidup. Kekuatan, finansial, ketiga ilmu.

Bila tak satu pun dapat diraih dari ketiga hal itu, maka habis lah harga diri.

Tidak lebih berharga dari daun jati kering, akhirnya mendapat derita, 
menyusahkan dan tak tahu arah.

- Serat Wedhatama -

Surabaya, 25 Maret 2019
R. Shantika Wijayaningrat


Sumber Referensi

Dipokusumo, KGPH Adipati. (2017). Sakti di era Globalisasi. Surakarta
Dipokusumo, R. Ay. Febri. Wheel of Life of FHD Motivation. Surakarta
Mangkunagara IV. Serat Wedhatama. Surakarta
Meyer, Paul J. ISBN 0882701088