Kamis, 28 Februari 2019

Kuliah Seribu SKS Ala Mbok Jum



             “Mbok aku wis, piro?” (mbok saya sudah, berapa?)

Lahlah, kowe arep mbayar iki opo nduwe duwit?” (halah, kamu mau bayar memangnya punya uang?)

Yo sing penting diitung sek mbok” (Ya yang penting dihitung dulu mbok)

Itulah salah satu percakapan yang saya ingat antara seorang mahasiswa dengan ibu kantin di kampus 11 tahun yang lalu, bukan saya mahasiswa itu, kebetulan saya duduk persis di depan si ibu kantin, jadi saya bisa mendengar dengan jelas percakapan antara mbok Jum si ibu kantin dengan para mahasiswa yang jadi pelangganya.


Mungkin sebelumnya nama Mbok Jum tidaklah banyak dikenal oleh orang luar UNS, tapi berita kematiannya beberapa waktu yang lalu menjadi berita duka yang disorot oleh banyak media online dalam negeri. Cukup unik memang mengingat mbok Jum bukanlah seorang Walikota atau pejabat yang memiliki satyalencana atau bintang jasa yang banyak, tapi kematiannya cukup untuk menjadi pemberitaan dan ucapan bela sungkawapun mengalir di media sosial.


Mbok Jum hanyalah seorang ibu kantin yang sederhana, kantinnya pun bukan kantin yang spektakuler dengan berbagai menu mewah seperti lobster, shark fin atau medalion steak. Hanya ada pecel, nasi gudeg, sayur lodeh dan berbagai gorengan. Kantinnya pun hanya bangunan semi permanen dengan atap asbes. Tapi karena berada di lingkungan Fakultas Sastra dan Seni Rupa (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) kantin ini jadi terlihat agak eksentrik dengan berbagai lukisan dan grafity hasil karya mahasiswa seni rupa yang membutuhkan tempat berekspresi.


Lantas apa yang membuat kantin mbok Jum begitu termasyur diantara puluhan kantin yang tersebar di UNS? Harganya paling murah? masakannya paling enak? Tempatnya paling unik? Pelayanannya paling bagus?


Kalau harga mungkin memang paling murah diantara yang lain, nasi pecel dengan es teh gorengan 2 saja waktu itu cuma Rp. 5.000,- (tahun 2007). Kalau paling enak, relatif sih tergantung selera. Tempat dan pelayanan juga relatif (subjective). Tapi ada satu hal yang mungkin tidak didapat di tempat lain, makan disini boleh ngutang (tentunya jika benar-benar nggak punya uang). Tentu saja itu menjadi daya tarik bagi mahasiswa UNS yang didominasi anak-anak kos-kosan dari luar kota Solo.

Karena itu setiap tanggal tua, jam makan siang. Kantin mbok Jum dipadati mahasiswa dari semua fakultas yang sedang missqueen untuk makan siang murah atau malah makan siang bayar bulan depan. Beda dengan tanggal muda dimana mahasiswa masih bisa berfoya-foya makan di restoran-restoran depan kampus yang mahal, kantin mbok Jum tidak sepadat di tanggal tua. Mbok Jum seperti juru selamat-nya mahasiswa di tanggal tua.

Meskipun kantin-kantin lain sudah menaikan harga makanan karena harga-harga kebutuhan pokok yang naik, mbok Jum tetap keukeuh bertahan dengan harga biasanya dengan alasan dikasih harga murah saja mahasiswa masih banyak yang ngutang, apalagi dikasih harga mahal. Lagian mbok Jum juga suka kasihan dengan mahasiswa yang tidak bisa makan karena tidak punya uang. (detik.com 10/7/2018)


Tapi kemurah hatian mbok Jum kemudian banyak dimanfaatkan oleh mahasiswa nakal ketika membayar tidak menyebutkan semua yang sudah dimakan. Ada yang mengambil gorengan 5 tapi bilang cuma ambil 2, ambil kerupuk atau pisang tapi tidak disebut. Kalau yang melakukan satu atau dua orang mungkin simbok tidak terpengaruh, tapi kalau yang melakukannya banyak, simbok bisa rugi. Bukannya mbok Jum tidak tahu, tapi mbok Jum memilih membiarkan saja, ikhlas. Inilah yang membuat kantin Mbok Jum melegenda, sejak berdiri 40 tahun yang lalu, kantin mbok Jum menjadi tongkrongan mahasiswa UNS yang sekarang sudah menjadi orang-orang besar, pengusaha sukses, pejabat, bupati bahkan menteri.


Pernah ada seseorang yang datang ke kantinnya lalu memberi uang jutaan rupiah, orang tersebut mengatakan bahwa itu untuk membayar utangnya puluhan tahun yang lalu ketika masih menjadi mahasiswa perantauan.


Kini simbok sudah tidak ada, tapi jasanya akan tetap dikenang ribuan orang yang pernah merasakan lezatnya masakannya dan merasakan kebaikan hatinya. Mungkin dia hanyalah seorang ibu kantin biasa yang sederhana, tapi ketika dia tiada, banyak orang merasa kehilangan, banyak bela sungkawa yang terucap, banyak media yang memberitakan dan banyak doa yang mengalir.  Ketulusannya akan menjadi inspirasi bagi semua orang, bukan cuma civitas akademika UNS saja. Mungkin itulah kuliah 1.000 SKS yang diampu oleh mbok Jum, mata kuliah ketulusan. Bahwa kebaikan-kebaikan kecil adalah awal bagi kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang lebih besar. 




Selamat jalan mbok

Pinanggih malih mangke ing kalanggengan






Surabaya 15 Maret 2019

R. Shantika Wijaya






Sumber Referensi