Selasa, 26 April 2016

FOMO : Fear of Missing Out


Dalam ilmu psikologi diakui memang rasa ingin tahu adalah sifat alami manusia, bahkan salah satu sifat dasar. Sifat inilah yang mengantarkan manusia kepada kemajuan peradaban, dalam hal filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang saat ini. Seorang Issac Newton mungkin tidak akan dapat menemukan teori grafitasi bumi jika tidak memiliki rasa ingin tahu yang mendalam mengapa buah apel jatuh ke bawah, bukan meluncur ke atas. Nabi Muhammad SAW mungkin juga tidak akan pernah dikenal dan dinobatkan sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia versi The 100 (Michael H. Hart) jika tidak memiliki rasa ingin tahu yang besar mengenai alam semesta dan kehidupan yang membuat beliau bermeditasi dan mendapatkan wahyu di goa Hira’.

 Kita tidak bisa memungkiri bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semaju saat ini berawal dari sifat keingin tahuan manusia selama ribuan tahun, dan hubungan antar individu yang begitu erat juga disebabkan oleh rasa saling ingin tahu antar individu. Namun demikian kita tidak dapat memungkiri bahwa rasa ingin tahu juga membawa Amerika Serikat dan Rusia ke dalam Perang Dingin jilid II selama satu dekade terakhir ini, dimana Rusia siap angkat senjata melawan Amerika Serikat demi melindungi Edward Snowden “si pembisik” atau pemberi tahu segala rahasia gelap Pemerintah Amerika Serikat.



Kepo Sometimes is Annoying

Selama berabad-abad, perasaan ingin tahu manusia memberikan dampak yang begitu besar terhadap peradaban dunia, kehidupan bangsa, kehidupan bertetangga, kehidupan berumah tangga bahkan kehidupan pribadi. Sumbangan kemajuannya berbanding sejajar dengan kerugian yang dihasilkan. Meskipun saya tidak pernah melakukan survey, saya yakin pasti banyak kasus perselingkuhan di luar sana yang berawal dari rasa ingin tahu akan lawan jenis yang bukan hak nya. Apalagi zaman sekarang kemajuan teknologi dan sosial media seolah memberi fasilitas bagi mereka yang memiliki perasaan ingin tahu yang berlebihan untuk mengeksplorasi kehidupan orang lain sampai sedetai-detailnya. Yah… bukan salah path sih, atau instagram, atau facebook, toh memang aplikasi ini dibuat untuk membagikan informasi mengenai dirinya sendiri dan kehidupannya, dan bukan salah mereka juga yang tiba-tiba tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang kehidupan orang lain karena membuka media sosial.

Yang menjadi permasalahan dikemudian hari adalah ketika orang lain berusaha ingin tahu sesuatu dari kita, yang kita sendiri tidak ingin mereka tahu. Disinilah banyak norma dan etika yang ditabrak. Dan ketika norma dan etika ditabrak, maka konflik tidak bisa dicegah (teori Sosiologi). Bayangkan jika seorang laki-laki tertarik kepada seorang perempuan yang sudah menikah, maka dia menghalalkan segala cara demi mengetahui lebih dalam mengenai perempuan tersebut, bahkan sampai mencampuri urusan rumah tangganya, What in the sam hill is going on? It’s privacy… really inappropriate. 

Oke… mungkin urusan rumah tangga terlalu ekstrim, karena saya sendiri belum berumah tangga. Let’s say pertemanan (atau persahabatan), pasti setiap orang punya rahasia yang tidak ingin orang lain tahu, bahkan oleh orang terdekat sekalipun. Kadangkala seseorang yang memiliki rasa ingin tahu berlebihan sampai melanggar privasi sahabatnya demi mendapatkan sebuah informasi, dimana informasi ini juga tidak diapa-apakan alias tidak berguna buat dia. Tapi toh dia merasa senang dan puas jika mengetahui sesuatu yang belum pernah dia tahu dari kehidupan orang lain (say: temannya/sahabatnya). Tapi ini hanya contoh ilustrasi kasus di sekitar kita, tidak untuk di generalisasi.

Hasil survey sebuah media psikologi di tahun 2015, 3 dari 10 kasus insomnia (kesulitan tidur di malam hari) disebabkan oleh kacanduan internet, dimana waktu tidur mereka di malam hari dihabiskan dengan browsing sesuatu yang tidak jelas, membuka-buka media sosial orang-orang yang kadang mereka sendiri tidak pernah mengenalnya. Yang mengejutkan, 2 dari 3 kasus insomnia karena kecanduan internet ini di alami oleh kaum perempuan.

Rasa Ingin Tahu Kadang Juga Perlu Direm

Tulisan ini tidak dibuat untuk menyindir siapapun, atau berusaha menyadarkan pihak manapun. Tulisan ini hanya sekedar sharing ringan tentang realitas kehidupan di sekitar kita. Pada akhirnya kita sendiri yang akan memutuskan dan mengidentifikasi diri kita sendiri, apakah kita termasuk orang yang punya rasa ingin tahu yang berlebihan atau tidak? Dan jika kita ternyata termasuk orang yang punya rasa ingin tahu yang berlebihan, apakah hal tersebut sudah pada tempatnya atau tidak? Jika kita masih ingin tahu seluk beluk kehidupan orang lain secara mendetail, tentu itu tidak pada tempatnya. Dan yang terakhir, apakah kita lakukan itu bermanfaat untuk diri kita sendiri? Untuk orang lain? Atau malah merugikan/ tidak berguna?

Coba bayangkan anda memiliki seorang teman dekat, anda tahu banyak mengenai dia, meskipun dalam beberapa hal anda merasa dia menyimpan rahasia dalam kehidupannya yang dia tidak ingin anda tahu. Akan lebih menyenangkan jika anda melapangkan dada untuk menikmati ruang yang sudah dia berikan untuk anda dan membiarkan dia menyimpan apa yang ingin dia simpan. Sungguh indah sebuah hubungan jika rahasia tetaplah menjadi rahasia. Tidak tahu kadang lebih baik.


Shantika Wijayaningrat
Solo, 26 April 2016