Sabtu, 26 Agustus 2017

Two-Faced Social Media: A Fake Generation



Belakangan masyarakat Indonesia digegerkan oleh berita penangkapan boss salah satu travel agent khusus umroh terkenal di Jakarta, kasus hukum yang menimpa mereka tidaklah main-main yaitu penipuan jamaah umroh yang jumlahnya tidak kurang dari 5000 orang korban dengan kerugian mencapai 500 milyar rupiah. Fantastic!
Berawal dari kasus ini, mulailah media mengkorek semua informasi mengenai kehidupan para bos ini, mulai dari keluarganya, gaya hidupnya, hobbinya, rumahnya, gaya berpakaiannya, sampai koleksi tas istrinya pun ikut dibahas, pokoknya semua yang bisa dijadikan berita harus dikorek tuntas sampai habis. Social medianya di scroll sampai habis, dan para stalker sampai tak bisa berhenti geleng-geleng kepala melihat gaya hidup para boss travel umroh itu. Miris memang, melihat segala yang diposting di sosmed mereka dengan apa yang menimpa mereka saat ini, sempat terfikir apa mereka tidak punya beban ketika memamerkan segala apa yang mereka punya, sementara ribuan korban mereka putus harapan karena kehilangan uang jutaan rupiah. Tapi itulah sosmed, kita bebas saja memperlihatkan apa yang ingin kita perlihatkan kepada orang lain.
Ketika kita mendengar kata ‘Sosial Media’, maka yang terfikir adalah sebuah inovasi teknologi yang membuat orang bisa memposting foto, video, informasi dan membuat mereka terhubung dengan teman-teman lama maupun teman-teman baru.
Sederhana bukan? Sederhana sekali.
Namun ada satu masalah yang timbul (meskipun tidak bisa digeneralisasi) yaitu semakin banyak orang yang bersembunyi dibalik layar, namun mereka bisa mengatur orang lain untuk menilai bagaimana mereka ingin dinilai oleh orang lain. Sehingga seolah kita punya satu kehidupan lagi selain kehidupan nyata kita, yaitu kehidupan online atau kehidupan maya. Contoh simpelnya, boss travel umroh tadi hanya memposting foto-foto kehidupan mewahnya supaya dinilai orang sebagai orang sukses, hidup berkecukupan, pasangan yang mesra, pasangan yang religious dsb.  Sungguh tidak mungkin mereka memposting di sosmednya foto-foto mereka sedang menipu korban, atau video korban menangis karena gagal umroh, foto neraca keuangan mereka yang kacau, dsb. (impossible)