Minggu, 26 Januari 2014

CERDIK BERBICARA, CERDAS MENGUASAI SUASANA


CERDIK BERBICARA, CERDAS MENGUASAI SUASANA

Seorang suami sedang bermesraan dengan istrinya. Sambil mengelus-elus sang istri, si suami dengan mesra berkata, “Sayang, kulit kamu terasa halus sekali. Sedikitpun tidak seperti perempuan empat puluhan.”
Istrinya tertawa,” Iya belakangan ini orang-orang yang meraba aku juga bilang begitu”
Plak! Satu tamparan mendarat di pipi sang istri. Sang suami dengan nada tinggi berkata, “Kurang ajar! Siapa saja yang telah kamu tawari untuk meraba-raba kamu? Ayo bicara yang jujur!”
Sambil menahan sakit sang istri berkata, “Mereka yang ngomong gitu! Ibu-ibu di skincare bilang kulitku memang halus!”

Kemesraan bisa berubah menjadi perang dunia ketiga gara-gara kita tidak pandai menyampaikan gagasan dan ditanggapi dengan reaksi spontan yang lebih diwarnai dengan salah paham. Hanya karena kita salah bicara, tidak pas cara kita mengkomunikasikan sesuatu, hal-hal yang awalnya berjalan dengan baik berakhir dengan kekacauan.

Hampir semua orang dapat bicara, tapi tidak semua orang dapat melakukannya dengan baik. Tidak semua orang dapat melakukan dengan efektif. Kadang kala, penyebabnya sangat sederhana, yaitu karena mereka tidak meluangkan sedikit waktu untuk berfikir sejenak sebelum berbicara.


                                                                *             *             *
Beberapa waktu yang lalu saya harus memindahkan beberapa buku lama yang ada di rak buku, supaya dapat diisi dengan beberapa buku yang lebih baru. Pekerjaan merapikan buku akhirnya terhenti ketika tangan saya mengambil salah satu buku lama yang membuat saya ingin membacanya sekali lagi. Judulnya “CERDIK BERBICARA, CERDAS MENGUASAI SUASANA” karya dari Jusra Chandra, seorang jurnalis senior dari Kota Medan. Buku ini saya beli di awal tahun 2010 (saya selalu memberi catatan tanggal di halaman awal buku).

Buku ini tidak terlalu tebal, hanya ada 150an halaman, tapi setiap lembar sangat luar biasa. Buku ini memberikan sudut pandang baru bagi saya mengenai cara berkomunikasi yang baik dan menambah skill public speaking saya. Pada halaman cover tertulis sebuah quotation dari Earl Nightingale,

“Sayang sekali tak banyak yang memahami bahwa kemampuan kita bertutur kata menentukan tempat kita pada piramida sosial, serta banyaknya uang yang bisa masuk ke kantong kita”

Memang benar apa yang yang dikatakan oleh Earl Nightingale diatas, bahwa kemampuan kita berkomunikasi dapat menunjukan level profesionalitas kita. Tapi sayang banyak diantara kita yang tidak menyadari betapa pentingnya selalu meng-upgrade kemampuan kita dalam berkomunikasi terutama komunikasi verbal.

Ada sebuah kata bijak Jawa yang mengatakan ”ajining diri dumunung ana ing kedhaling lathi, ajining raga dumunung ana ing busana” yang artinya secara harafiah bahwa nilai pribadi kita berada di tiap gerakan lidah kita, sedangkan nilai diri kita berada di penampilan kita. Pepatah ini tidak untuk dimaknai bahwa kita harus selalu berbicara yang bagus-bagus dan selalu berpenampilan yang keren. Tetapi untuk dimaknai bahwa kemampuan kita berkomunikasi menentukan nilai kepribadian kita, sedangkan kemampuan kita menempatkan diri menentukan nilai diri kita dikehidupan sosial.

Yup, kembali ke buku. Buku ini dibuka dengan sebuah prolog “Tutur kata, bisa membangun, bisa menghancurkan” Dengan tutur kata kita bisa saling membentuk saling pengertian, menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, dan sangat mungkin melestarikan peradaban. Tetapi dengan bertutur kata jugalah kita menyuburkan perpecahan, menghidupkan permusuhan, menambah kebencian, merintangi kemajuan, dan menghambat pemikiran. Buku ini ditulis dengan maksud untuk memudahkan kita cara bertutur kata yang akan memberi dampak positif bagi kehidupan kita.


                                                                *             *             *
Seseorang bertengkar dengan istriya gara-gara masalah sepele, malah sampai igin bercerai. Sumber masalah justru bukan hal yang jelek, melainkan hal yang baik.
Suatu hari, si istri membeli seekor ikan kerapu kualitas bagus. Lalu dia menelpon suaminya di kantor, “Sayang, aku baru membeli ikan kerapu kualitas paling bagus. Nanti malam aku masak untukmu. Sebelum pulang dari kantor, telepon dulu, agar begitu kamu sampai di rumah, ikan kerapunya pas dihidangkan.”
Pada sore harinya, setelah si suami menelpon sang istri dan bersiap-siap hendak meninggalkan kantor, tiba-tiba muncul seorang pelanggan penting yang datang untuk bertamu. Tak disangka, tamu itu menyita waktunya setengah jam lebih.
“Aduh, celaka!” desis si suami dalam hati yang teringat janji pada istri di rumah. Seketika itu juga si suami menelpon istrinya, :Maaf sayang, tadi mendadak ada urusan penting… sekarang baru bisa pulang.”
Sang istri yang menerima telepon terhentak, “Apa? Masih dikantor? Ya Ampun! Kamu tahu tidak, kalau ikan kerapu yang dimasak sudah dingin rasanya tidak enak? Dan kamu tahu tidak berapa mahalnya seekor ikan kerapu kualitas bagus?”
Sang suami tidak banyak bicara. Ia buru-buru menyetir mobil pulang. Sepanjang jalan kata-kata istri tadi masih menggema di pikirannya. Hari sudah agak gelap, perut mulai lapar. Dalam perjalanan pulang itu dia malah hampir menabrak orang. Begitu sampai di rumah, dengan nada tinggi dia berkata, “Kalau ikannya sudah dingin, ya sudah! Gitu aja kok ribut! Dihangati sebentar juga panas lagi!”
Merasa di salahkan sang istri membalas, “Kamu memang tidak pantas makan ikan bagus yang baru siap dimasak. Sudah tidak tepat janji malah nyalahin orang! Lain kali masak aja sendiri!”
Mereka bertengkar hebat, sampai-sampai anak-anak pun ikut dimarahi. Ikan yang tadi dimasak dengan penuh semangat, sekarang terhidang di meja tanpa ada yang memakannya.
 
Menurut anda, apakah mereka orang yang bijak dalam berbicara?
Andaikan sang istri dapat berbicara dari sudut pandang yang lain, misalnya bisa saja ia berkata, “Ya sudah, tidak usah buru-buru. Nanti ikannya dihangatkan lima menit saja juga sudah beres. Hati-hati dijalan, lain kali jangan terlambat pulang lagi ya!”
Atau bukankah sang suami bisa dengan santai bicara, “Aduh sorry ya… kadang-kadang klien penting itu membawa rejeki, tapi banyak menyusahkan ya… sampai-sampai ikan kita jadi dingin nih! Yuk kita panasi lagi biar lebih enak…”
Bukankah dengan demikian pasangan itu tidak perlu bertengkar?

                                                                *             *             *
http://rlv.zcache.com/ordinary_people_talk_wise_people_listen_quote_canvas-r14940bcdfdff4b22bcf649d8ffb379cf_341_8byvr_512.jpg
Orang-arang bijak dalam bertutur kata akan banyak memikat hati dan mencapai tujuannya. Orang orang seperti itu akan berpikir sejenak sebelum menyampaikan kata-katanya, mereka tidak hanya memikirkan apa yang akan disampaikan tetapi bagaimana juga cara menyampaikannya. Orang-orang seperti itu dapat menyampaikan kabar buruk sekalipun dengan kata-kata yang baik dan efektif, dan dapat menyampaikan kata yang keras dengan cara yang lembut. Dengan demikian kemungkinan besar hal-hal yang menyakitkan dapat terhindari, dan dengan begitu pula mereka akan memikat hati.


                                                                To be continued>