Saat ini, ketika kita memasuki kawasan Gapura Gladak, suasana rapi dan indah lebih terasa jika dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Dulu, Gapura Gladak yang terdiri dari tiga lapis ini nampak kusam dan angker, memang tak bisa dipungkiri bahwa gapura ini sudah berumur tua –dibangun pada masa pemerintahan Pakubuwono X-. Kini gapura tersebut nampak indah dengan lampu-lampu hias dimalam hari, ditambah dengan lampu-lampu yang menyorot delapan pohon beringin tua dari bawah, menjadikan suasana terasa agung dan berwibawa.
Nampaknya Pemerintah Kota Solo semakin giat dalam menangani cagar-cagar budayanya, hal ini dilakukan semenjak Kota Solo dinobatkan sebagai salah satu World Heritage Cities –Kota Warisan Dunia- oleh UNESCO. Disamping itu, Kota Solo juga berusaha untuk menjadi ikon pariwisata Indonesia melalui kekayaan budaya dan sejarah yang dimilikinya.
Di sudut lain, di pusat Kota Solo, semak belukar dan pagar seng mengelilingi sebuah bangunan bersejarah yang mempunyai nilai tak terhingga, Benteng Vastenburg. Benteng ini didirikan oleh VOC pada abad ke 16. Kondisi benteng ini amat memprihatinkan, selain semak belukar yang tumbuh pada bangunannya, sebagian bangunan juga nampak hampir roboh.
Status kepemilikan benteng inipun juga tidak jelas, dikatakan ada enam orang yang mengklaim petak-petak lahan tempat benteng ini berdiri. Beberapa tahun yang lalu, investor asing berniat mendirikan sebuah hotel diatas lahan tempat benteng ini berdiri, niatan itu memunculkan kontroversi yang cukup ramai dibicarakan masyarakat Kota Solo. Akhirnya sampai sekarang rencana pendirian hotel tersebut tak ditahui kelanjutannya. Setidaknya investor asing tersebut telah menyadarkan kembali masyarakat Kota Solo akan keberadaan sebuah saksi sejarah yang tak ternilai harganya.
Foto Benteng Vastenburg awal abad 20 |
Hingga saat ini masalah Benteng Vastenburg masih ditangguhkan penyelesaiannya oleh Pemerintah Kota Solo. Pemkot telah berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti Kementerian Budaya dan Pariwisata dan lain-lain untuk mendapatkan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah Benteng Vastenberg, bahkan Pemkot juga telah meminta pertimbangan Organization of World Heritage Cities (OWHC) sebuah organisasi yang berada dibawah UNESCO. Penangguhan penyelesaian sebenarnya semakin menambah buruk keadaan Benteng Vastenburg, tak ada satu pihakpun, baik pemerintah, ahli waris maupun LSM yang datang menyentuh benteng ini, setidaknya hanya untuk mencabuti semak yang tumbuh sekalipun.
Benteng Vastenburg bisa dikatakan berada di jantung Kota Solo, benteng ini menghadap ke barat ke arah Jalan Sudirman dan dikelilingi oleh tiga jalan utama lain di Kota Solo. Beberapa bangunan penting seperti bank-bank, kantor pos, kantor telekomunikasi, pusat-pusat perbelanjaan dan gereja menghadap ke benteng ini.
Halaman sekitar benteng sangat luas, hampir 1000 meter persegi dan bangunan benteng hanya menempati sekitar 50 persen dari halamannya. Halamannya yang luas tersebut dikelilingi oleh empat jalan utama Kota Solo tanpa dihalangi bangunan lain kecuali Bank Danamon, satu-satunya bangunan baru yang berdiri membelakangi benteng di halaman benteng. Mungkin karena itulah mengapa benteng ini menjadi perebutan antara pemerintah dengan ahli waris mengingat lokasinya yang super strategis.
Benteng Vastenburg bagusnya diapain sih…
Aneh mungkin, atau mungkin kurang kerjaan, setiap kali saya melintas di salah satu jalan yang menghadap ke Benteng Vastenburg saya mempunyai khayalan mengenai seperti apa Benteng ini nantinya, Enaknya dijadiin apa sih?, bagusnya dibangun kaya gimana sih?. Bahkan saya pernah berkeliling benteng ini beberapa kali melalui jalan-jalan yang mengelilinginya hanya untuk menguatkan khayalan saya mengenai benteng ini di masa depan, saya kadang-kadang melakukan hal-hal konyol memang.
Kastil Windor dengan taman rumputnya |
Saya mempunyai pemikiran bahwa halaman Benteng Vastenburg ini akan bagus sekali jika dijadikan sebuah taman rumput yang sangat luas (seperti halaman kastil-kastil di Eropa), tanahnya perlu diratakan dengan peralatan berat agar rumput yang tumbuh nantinya nampak halus. Bangunan Bank Niaga sudah seharusnya dipindah menjauhi benteng (mungkin bisa tukar tambah dengan lahan kosong milik Pemkot di Jln .Slamet Riyadi sebelah barat Hotel Best Western).
Sebuah Pedestrian di Eropa |
Beberapa pohon yang sudah ada, seperti cemara, kenari dan flamboyant perlu dipertahankan walaupun sudah tua, tak perlu kiranya menambah pohon lagi karena akan membuat suasana nampak suram. Di tepi Jalan Sudirman dan tiga jalan lain yang mengelilingi halaman benteng, dibuat pedestrian yang cukup luas untuk pejalan kaki, seenggak-enggaknya mirip city walk Slamet Riyadi lah.
Tidak perlu dibuat pagar yang membatasi pedestrian dengan halaman taman rumput benteng, jika memang perlu melindungi rumput dari kebiasaan buruk warga kota seperti berjualan di sembarang tempat, maka cukup dibuat patok-patok beton setinggi satu meter (tentunya harus berbentuk se-artistik mungkin) yang antara satu patok dengan patok lain berjarak 2 meter dan dihubungkan oleh rantai baja besar (rantai kapal). Setiap dua atau empat patok beton, rantai baja akan terhubung dengan lampu hias bergaya Victorian agar matching dengan bentengnya.
Patok-patok beton dengan rantai baja menghiasi Ludwigskirche,Jerman |
Disetiap ruas pedestrian (4 ruas) diletakan satu plakat keterangan setinggi 1 meter yang terbuat dari stainless steel, yang dibentuk menyerupai podium untuk berpidato dengan ukuran kecil menghadap ke benteng, plakat tersebut berisi mengenai sejarah Benteng Vastenburg secara singkat. Plakat ini untuk membantu para pengunjung –bahkan para pejalan kaki yang tidak berniat mengunjungi benteng- untuk mengetahui sejarah benteng tanpa harus bingung mencari pemandu wisata dulu.
Sekarang mengenai bangunan Benteng Vastenburg. Karena bangunan benteng termasuk bangunan cagar budaya, maka kita diharamkan merubah fisik bangunan, yang diperbolehkan adalah merubah fungsinya. Benteng Vastenburg dahulu merupakan benteng pertahanan milik VOC yang digunakan untuk melindungi diri jika diserang oleh musuh, benteng ini juga digunakan untuk mengawasi gerak-gerik Raja Susuhunan Pakobuwono. Karena di jaman sekarang pemerintah tidak memerlukan sebuah benteng tua menahan serangan musuh, dan raja di Keraton pun tak perlu di awasi, maka fungsi yang terpikirkan oleh saya adalah menjadikan Benteng Vastenburg sebagai open public space yang bebas dikunjungi oleh siapa saja seperti Taman Monas.
Di dalam benteng bisa diadakan pameran dan exhibition (diutamakan pameran yang agak berkelas) seperti pameran otomotif dan pameran properti. Selain itu benteng ini juga bisa digunakan untuk mengadakan konser (diutamakan konser yang juga agak berkelas) seperti SIPA (Solo International Performing Arts) dan SIEM (Solo International Etnic Music). Untuk kepentingan itulah maka bagian dalam benteng yang berupa halaman perlu di pasang lantai agar lebih performatif sebagai suatu tempat yang berkelas internasional. Menurut saya lantai yang cocok adalah terracotta, karena memiliki karakter yang cocok digunakan di ruang terbuka yang harus siap menampung panas dan air hujan. Warnanya yang cenderung merah kecoklatan akan nampak artistik jika dipadukan dengan dinding benteng yang berwarna putih kapur. Alernatif lain adalah lantai batu granit berwarna (seperti lantai lapangan St. Peter di Vatican City).
Lantai Terracotta |
Lantai Lapangan St.Peter Vatican |
Dinding benteng haruslah berwarna putih, sesuai dengan warna aslinya. Beberapa lapisan semen yang terkelupas hingga nampak bagian batu batanya tidak perlu ditambal, melainkan cukup dibiarkan saja karena akan semakin menambah kesan kuno dan bersejarah. Di atas pintu utama sebelah barat terdapat bangunan yang bisa difungsikan sebagai kantor pengelola benteng. Untuk memudahkan dalam mengawasi pengunjung, maka pintu yang dibuka adalah pintu bagian barat saja, sedangkan pintu yang ada di sebelah timur dibuka pada saat tertentu saja, misalnya untuk keluar masuk akomodasi dan panitia jika diadakan pameran atau konser.
Kamboja Jepang |
Untuk mempercantik bagian dalam benteng, maka diletakan beberapa kursi taman dan pot-pot bunga besar yang bisa dipindahkan. Tanaman dalam pot adalah tanaman yang dapat tumbuh dalam ukuran besar tetapi tidak memiki batang yang berat, misalnya kamboja jepang, kemuning dan lain-lain. Fungsi tanaman besar ini adalah selain untuk memperindah benteng, juga sebagai peneduh bangku-bangku taman agar pengunjung tidak kepanasan saat siang hari, mengingat didalam benteng tidak ada pohon maupun bangunan permanen. Selain itu perlu juga diletakan patung-patung kontemporer yang diganti setiap bulan sekali untuk lebih mempercantik benteng.
Sebuah patung kontemporer |
Di bagian luar Benteng Vastenberg terdapat parit yang mengelilingi benteng selebar satu meter. Pada jaman dulu parit ini berfungsi menghambat musuh yang menyerang benteng. Parit ini hendaknya diisi air dan diletakkan beberapa tanaman teratai di dalamnya, agar tidak menjadi sarang nyamuk maka ikan-ikan perlu dipelihara di dalam parit ini. Cukup Ikan Nila atau Mujaer yang dipelihara, selain mudah berkembang biak, ikan ini tidak terlalu diminati oleh pencuri ikan hias (entah dengan pencuri ikan lauk).
Patung kontemporer lain |
Di luar parit dibangun pula pedestrian yang jalurnya mengikuti parit dan dinding benteng. Di tepi bagian dalam (berdekatan dengan parit dan dinding benteng) diletakan patok-patok beton dengan rantai baja seperti yang ada pada pedestrian tepi jalan raya namun tanpa lampu, patok-patok ini berfungsi untuk mencegah pengunjung bermain air parit dan memancing. Sementara di tepi bagian luar (langsung ke taman rumput) ditanami tanaman pandan, agave, sansiviera atau tanaman lain yang memiliki daun yang kasar dan keras untuk mencegah pengunjung menginjak rumput, duduk di rumput atau bahkan tiduran (perlu tanda peringatan dilarang menginjak rumput).
Tanaman Agave |
Pada jaman dulu, terdapat jembatan di depan pintu barat benteng yang melintasi parit. Jembatan ini memiliki tiang pengungkit yang menyebabkan badan jembatan bisa dinaikkan dan diturunkan (mirip Jembatan Tua Kota Intan di Jakarta), ketika musuh datang, badan jembatan dinaikkan sehingga jembatan tidak bisa dilewati. Jembatan yang serupa hendaknya diletakkan di tempat jembatan lama, cukup serupa saja walaupun tidak bisa dinaikkan dan diturunkan, namun akan lebih baik kalau diletakan jembatan yang benar-benar sesuai aslinya.
Jembatan Kota Intan di Jakarta |
Benteng Vastenburg ditutup pada pukul 17.00. Pengunjung diminta meninggalkan area dalam benteng melalui pengeras suara yang dipasang di beberapa titik. Selain melalui kamera CCTV yang dipasang di beberapa titik di dalam dan diluar benteng, petugas keamanan juga berkeliling didalam benteng untuk memastikan tidak ada pengunjung yang tertinggal.
Suasana sebuah benteng di Spanyol saat malam hari |
Saat malam hari, Benteng Vastenburg nampak indah dengan lampu-lampu yang menyoroti dinding benteng di setiap sudutnya. Lampu ini berwarna kuning keemasan untuk menampilkan kesan agung dan berwibawa.
Halaman timur benteng atau halaman belakang lebih luas jika dibandingkan dengan halaman depannya. Halaman ini langsung menghadap ke jalan Kapt. Mulyadi yang sering macet. Kemacetan ini terutama disebabkan oleh mobil-mobil yang diparkir hingga memenuhi badan jalan. Setidaknya separuh halaman belakang Benteng Vastenburg sebaiknya digunakan sebagai taman parkir, terutama bis-bis yang biasanya datang dari luar kota membawa wisatawan yang berkunjung ke kawasan Keraton dan sekitarnya.
banyak benteng yang tidak terawat dan terbengkalai...sayang sekali
BalasHapus