From Previous Post Let's Go Nyadran 1
Sedangkan bagi kerabat keraton, baik itu di Solo maupun Jogja, tradisi nyadran meskipun lebih sederhana yaitu hanya berziarah dan mendoakan para leluhur, namun seperti yang saya sebut diawal menjadi tidak terlalu sederhana mengingat lokasi makam yang diziarahi terpencar di beberapa kota. Ada 2 jenis nyadran yang biasa dilakukan oleh kerabat keraton, yaitu sebut saja nyadran full dan nyadran shortcut. Nyadran full biasanya dilakukan dengan berziarah ke:
Sedangkan bagi kerabat keraton, baik itu di Solo maupun Jogja, tradisi nyadran meskipun lebih sederhana yaitu hanya berziarah dan mendoakan para leluhur, namun seperti yang saya sebut diawal menjadi tidak terlalu sederhana mengingat lokasi makam yang diziarahi terpencar di beberapa kota. Ada 2 jenis nyadran yang biasa dilakukan oleh kerabat keraton, yaitu sebut saja nyadran full dan nyadran shortcut. Nyadran full biasanya dilakukan dengan berziarah ke:
- Makam Raja-Raja di Kotagedhe – Yogyakarta,Makam Raja-Raja di Imogiri – Bantul,Makam Kyai Ageng Nis di Laweyan – Solo,Makam Manang – Sukoharjo,Makam Kyai Ageng Pengging – Sri Makurung di Boyolali,Makam Bathara Katong – Ponorogo,Makam Amangkurat Agung – Tegal,Makam Sunan Kalijaga – Masjid Demak di Demak,Makam Kyai Ageng Selo – Kyai Ageng Tarub di GroboganMakam-makam leluhur keraton lain seperti Kartasura, Balakan, Majasto, Giring, Butuh, Prawoto, Banyu Sumurup, Girilaya, Gunung Kelir, Giri Kedhaton, dll. (Tentative)
Nyadran Full, selain membutuhkan
waktu yang longgar juga membutuhkan tenaga yang besar, karena makam leluhur yang
dikunjungi tidak sedikit, terutama pada waktu di Imogiri. Di Imogiri saja kita
harus nyekar paling tidak 15 raja
beserta permaisuri masing-masing yang terbagi dalam 5 kedhaton (5 kompleks makam) yang berarti kita harus naik turun bukit
5 kali dengan memakai pakaian jawi
jangkep (beskap) & kemben
bagi perempuan.
Belum lagi kalau kita juga masih ada garis keturunan dari Keraton Yogyakarta, maka kita bisa naik turun bukit sampai 8 kali. Tidak jarang di makam terakhir pakaian sudah kusut penuh keringat, nyamping (jarik) sudah hampir jebol, sanggul sudah hampir lepas dari kepala. Karena sebelum ke Imogiri biasanya selalu didahului ke Makam Kotagedhe dengan kostum yang sama, jadi seharian penuh sampai hampir tengah malam ber-jawi jangkep.
Abdi dalem jurukunci membawakan bunga di Imogiri |
Belum lagi kalau kita juga masih ada garis keturunan dari Keraton Yogyakarta, maka kita bisa naik turun bukit sampai 8 kali. Tidak jarang di makam terakhir pakaian sudah kusut penuh keringat, nyamping (jarik) sudah hampir jebol, sanggul sudah hampir lepas dari kepala. Karena sebelum ke Imogiri biasanya selalu didahului ke Makam Kotagedhe dengan kostum yang sama, jadi seharian penuh sampai hampir tengah malam ber-jawi jangkep.
Makam Sunan Paku Buwono XII |
Sementara Nyadran Shortcut, bisa
lebih fleksibel dengan waktu yang lebih singkat. Hanya tiga makam utama yang
dikunjungi yaitu Makam Kyai Ageng Nis, Makam Kotagedhe dan Makam Imogiri. Di Makam
Imogiri inipun juga masih di shortcut
lagi, yaitu makam Sultan Agung langsung menuju makam Sunan Paku Buwono X atau menuju
raja pancer dari keluarganya
masing-masing. Nyadran jenis ini bisa dilakukan cukup satu hari saja, dengan
biaya yang tidak terlalu besar. Karena bunga satu kantong saja sudah cukup,
tips petugas makam juga tidak terlalu banyak karena tidak semua makam dibuka.
Tangga menuju makam Sunan Paku Buwono X |
Menyadarkan apakah bekal yang kita kumpulkan
sudah cukup untuk mencapai kehidupan yang abadi nanti.
Menyadarkan bahwa tanpa perjuangan mereka,
doa mereka, tirakat mereka, kita tidak mungkin bisa hidup seperti saat ini. Toh
tidak ada orang tua yang mendoakan anak keturunannya kelak akan hidup susah dan
kekurangan. Pasti mereka mendoakan kehidupan kita lebih baik dari mereka
Menyadarkan apakah anak cucu kita
nanti tidak lupa mendoakan kita, sebagaimana kita tidak lupa mendoakan leluhur
kita. Kembali lagi, apa yang kita tanam pasti akan kita tuai, hidup ini bertimbal balik.
Surabaya, 25 April 2018
R. Shantika Wijayaningrat
Sumber Referensi :
Suseno, Franz Magnis. Etika Jawa. 1984. Jakarta: PT. Gramedia
Ringkasan Fiqih (Imam Syafii)
Serat Bauwarna (R.Ng. Ranggawarsita)
Serat Tatatjara (Ki Padmasusastra)
Serat Lelampahan Raden Mas Purwalelana (R.Adp.Arya. Candranagara)
wikipedia.org/sradha
wikipedia.org/atmawedana
pictures by google image
pictures by R.T. Priyantodipura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar