Makam Imogiri Yogyakarta merupakan makam raja-raja Mataram terletak di perbukitan Imogri Bantul. Makam ini memang diperuntukkan untuk makam raja dan kerabat kerajaan Mataram Islam beserta keturunannya. Masyarakat jawa meyakini, bahwa gunung atau bukit dapat menyimbolkan status sekaligus merupakan upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.
        Memilih perbukitan yang dinamai Pajimatan Girirejo untuk membangun makam raja ternyata mempunyai cerita sejarah sebelumnya. Menurut masyarakat setempat, sewaktu Sultan Agung
 sedang mencari tanah yang akan digunakan untuk tempat pemakaman khusus 
sultan dan keluarganya, beliau melemparkan segenggap pasir dari Arab. 
Pasir tersebut dilempar jauh hingga akhirnya mendarat di perbukitan 
Imogiri. Atas dasar itulah selanjutnya Sultan Agung menentukan membangun
 makam raja di Imogiri. Pada tahun 1632 M, kompleks makam Imogiri mulai 
dibangun oleh arsitek yang bernama Kyai Tumenggung Tjitrokoesoemo atas perintah dari Sultan Agung. Selang 13 tahun kemudian pada tahun 1645 Sultan Agung wafat dan dimakamkan di Imogiri.
             Karena adanya seorang penghianat 
tersebut, tempat-tempat logistik berupa lumbung-lumbung padi sebagai 
tempat persiapan perjalanan pasukan Mataram menuju Batavia dibakar oleh 
Belanda yang berakibat pasukan Mataram dapat dengan mudah dikalahkan. 
Sultan Agung akhirnya mengetahui ada salah satu pasukannya yang 
berkhianat. Sultan Agung selanjutnya mengambil tindakan tegas dengan 
menangkap dan menghukum mati Tumenggung Endranata. Kepala penghianat 
tersebut dipenggal dan selanjutnya tubuh tanpa kepala tersebut ditanam 
di salah satu tangga dibawah pintu gerbang makam.
           Saat memasuki lokasi makam raja 
tersebut, aroma kembang bercampur dupa seakan menyambut kedatangan para 
pengunjung. Abdi dalem Keraton hampir setiap hari meletakkan sesajen 
khusus di makam tersebut. Menurut keterangan juru kunci makam raja 
tersebut, makam Sultan Agung selalu harum semerbak dikarenakan beliau 
sekarang sudah sampai tingkatan waliyullah ( kekasih Allah ).
Di tempat ini selain makam Sultan Agung ,
 dimakamkan juga 23 raja keturunan Sultan Agung, makam dinasti Kasunanan
 Surakarta dan Kasultanan Yogyakara. Makam raja-rajja ini dibagi menjadi
 8 kelompok yaitu :
- Kasultanan Agungan (Makam Sultan Agung, pemaisuri, Hamangkurat Mas dan Hamangkurat Amral.
 - Paku Buwanan ( Makam Paku Buwono I dan Paku Buwono II dan Hamangkurat Jawi )
 - Kasuwargan Yogyakarta ( Makam HB I dan HB III )
 - Besiyaran Yogyakarta ( Makam HB IV, HB V dan HB VI )
 - Saptorenggo Yagyakarta ( Makam HB VII, HB VIII dan HB IX )
 - Kasuwargan Surakarta ( Makam PB III, PB IV dan PB V )
 - Kapingsangan Surakarta ( Makam PB VI, PB VII, PB VIII dan PB IX )
 - Girimulya Surakarta ( Makam PB X, PB XI dan PB XII )
 
         Struktur dan susunan makam raja ini 
berbentuk segitiga. Makam Sultan Agung terdapat di bagian atas. 
Sedangkan disisi Timur merupakan tempat makam raja-raja Kasultanan 
Yogyakarta dan pada sisi Barat terdapat makam Raja dari Kasunanan 
Surakarta. Pemisahan makam raja keturunan Sultan Agung tersebut karena 
imbas dari perpecahan di dalam keluarga Keraton yang berawal dari 
perlawanan Pengeran Mangkubumi ( HB I ) terhadap kakaknya Paku Buwono 
II. Akibat perpecahan tersebut yang akhirnya muncul Perjanjian Giyanti 
pada tahun 1755 M yang berisi kerajaan Mataram Islam di bagi dua menjadi
 Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
              Hingga kini makam Sultan Agung sangat 
dikeramatkan sehingga tidak sembarang orang bisa memasuki kompleks makam
 tersebut. Adanya persyaratan yang harus dipenuhi bila berniat melakukan
 ziarah pada makam Sultan Agung yaitu : para peziarah dilarang 
menggunakan alas kaki, membawa kamera, memakai perhiasan terutama dari 
emas dan harus mengenakan pakaian khas Jawa atau peranakan. Untuk 
peziarah laki-laki harus mengenakan pakaian jawa berupa blangkon, 
beskap, kain, sabuk, timang dan samir. Sedangkan untuk peziarah 
perempuan harus mamakai kemben dan kain panjang.
               Di area makam dan hutan tersebut secara 
umum para pengunjung dilarang berbuat tidak sopan, berburu, memotong 
pohon, mengambil kayu dan mencabut / merusak tanaman yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar