Dalam ilmu psikologi
diakui memang rasa ingin tahu adalah sifat alami manusia, bahkan salah satu
sifat dasar. Sifat inilah yang mengantarkan manusia kepada kemajuan peradaban,
dalam hal filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang saat
ini. Seorang Issac Newton mungkin tidak akan dapat menemukan teori grafitasi
bumi jika tidak memiliki rasa ingin tahu yang mendalam mengapa buah apel jatuh
ke bawah, bukan meluncur ke atas. Nabi Muhammad SAW mungkin juga tidak akan
pernah dikenal dan dinobatkan sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia versi The 100 (Michael H. Hart) jika tidak
memiliki rasa ingin tahu yang besar mengenai alam semesta dan kehidupan yang
membuat beliau bermeditasi dan mendapatkan wahyu di goa Hira’.
Kita tidak bisa
memungkiri bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semaju saat ini
berawal dari sifat keingin tahuan manusia selama ribuan tahun, dan hubungan
antar individu yang begitu erat juga disebabkan oleh rasa saling ingin tahu
antar individu. Namun demikian kita tidak dapat memungkiri bahwa rasa ingin
tahu juga membawa Amerika Serikat dan Rusia ke dalam Perang Dingin jilid II
selama satu dekade terakhir ini, dimana Rusia siap angkat senjata melawan Amerika
Serikat demi melindungi Edward Snowden “si pembisik” atau pemberi tahu segala
rahasia gelap Pemerintah Amerika Serikat.
Kepo Sometimes is Annoying
Selama
berabad-abad, perasaan ingin tahu manusia memberikan dampak yang begitu besar
terhadap peradaban dunia, kehidupan bangsa, kehidupan bertetangga, kehidupan
berumah tangga bahkan kehidupan pribadi. Sumbangan kemajuannya berbanding
sejajar dengan kerugian yang dihasilkan. Meskipun saya tidak pernah melakukan
survey, saya yakin pasti banyak kasus perselingkuhan di luar sana yang berawal
dari rasa ingin tahu akan lawan jenis yang bukan hak nya. Apalagi zaman
sekarang kemajuan teknologi dan sosial media seolah memberi fasilitas bagi
mereka yang memiliki perasaan ingin tahu yang berlebihan untuk mengeksplorasi
kehidupan orang lain sampai sedetai-detailnya. Yah… bukan salah path sih,
atau instagram, atau facebook, toh memang aplikasi ini dibuat
untuk membagikan informasi mengenai dirinya sendiri dan kehidupannya, dan bukan
salah mereka juga yang tiba-tiba tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang
kehidupan orang lain karena membuka media sosial.
Yang menjadi permasalahan dikemudian hari
adalah ketika orang lain berusaha ingin tahu sesuatu dari kita, yang kita
sendiri tidak ingin mereka tahu. Disinilah banyak norma dan etika yang
ditabrak. Dan ketika norma dan etika
ditabrak, maka konflik tidak bisa dicegah (teori Sosiologi). Bayangkan jika
seorang laki-laki tertarik kepada seorang perempuan yang sudah menikah, maka
dia menghalalkan segala cara demi mengetahui lebih dalam mengenai perempuan
tersebut, bahkan sampai mencampuri urusan rumah tangganya, What in the sam hill is going on? It’s privacy… really inappropriate.
Oke… mungkin
urusan rumah tangga terlalu ekstrim,
karena saya sendiri belum berumah tangga. Let’s
say pertemanan (atau persahabatan), pasti setiap orang punya rahasia yang
tidak ingin orang lain tahu, bahkan oleh orang terdekat sekalipun. Kadangkala seseorang
yang memiliki rasa ingin tahu berlebihan sampai melanggar privasi sahabatnya
demi mendapatkan sebuah informasi, dimana informasi ini juga tidak diapa-apakan
alias tidak berguna buat dia. Tapi toh dia merasa senang dan puas jika
mengetahui sesuatu yang belum pernah dia tahu dari kehidupan orang lain (say: temannya/sahabatnya). Tapi ini
hanya contoh ilustrasi kasus di sekitar kita, tidak untuk di generalisasi.
Hasil survey
sebuah media psikologi di tahun 2015, 3 dari 10 kasus insomnia (kesulitan tidur
di malam hari) disebabkan oleh kacanduan internet, dimana waktu tidur mereka di
malam hari dihabiskan dengan browsing
sesuatu yang tidak jelas, membuka-buka media sosial orang-orang yang kadang mereka
sendiri tidak pernah mengenalnya. Yang mengejutkan, 2 dari 3 kasus insomnia
karena kecanduan internet ini di alami oleh kaum perempuan.
Rasa Ingin Tahu Kadang Juga Perlu Direm
Tulisan ini
tidak dibuat untuk menyindir siapapun, atau berusaha menyadarkan pihak manapun.
Tulisan ini hanya sekedar sharing ringan tentang realitas kehidupan di sekitar
kita. Pada akhirnya kita sendiri yang akan memutuskan dan mengidentifikasi diri
kita sendiri, apakah kita termasuk orang yang punya rasa ingin tahu yang
berlebihan atau tidak? Dan jika kita ternyata termasuk orang yang punya rasa
ingin tahu yang berlebihan, apakah hal tersebut sudah pada tempatnya atau
tidak? Jika kita masih ingin tahu seluk beluk kehidupan orang lain secara mendetail,
tentu itu tidak pada tempatnya. Dan yang terakhir, apakah kita lakukan itu
bermanfaat untuk diri kita sendiri? Untuk orang lain? Atau malah merugikan/
tidak berguna?
Coba bayangkan
anda memiliki seorang teman dekat, anda tahu banyak mengenai dia, meskipun
dalam beberapa hal anda merasa dia menyimpan rahasia dalam kehidupannya yang
dia tidak ingin anda tahu. Akan lebih menyenangkan jika anda melapangkan dada
untuk menikmati ruang yang sudah dia berikan untuk anda dan membiarkan dia
menyimpan apa yang ingin dia simpan. Sungguh indah sebuah hubungan jika rahasia
tetaplah menjadi rahasia. Tidak tahu kadang lebih baik.
Shantika Wijayaningrat
Solo, 26 April 2016