Dalam
perjalanan menjadi manusia yang lebih baik, kita tidaklah boleh berhenti
belajar dan menerima masukan dari siapapun. Bagi seorang spiritualis, hal-hal
kecil yang terlihat di jalanan saja bisa disadari sebagai sebuah
"petunjuk" tergantung seberapa peka kita bisa menerima itu sebagai
sebuah hikmah/petunjuk/lessons/sasmito dari semesta kepada kita. Bahkan apa
yang dikatakan seseorang tak dikenal di depan kantor sekalipun bisa menjadi
sebuah masukan untuk kita menjadi lebih baik.
Namun
demikian, dalam perjalanan menjadi manusia yang baik itu tadi seringkali kita
tersesat dalam sebuah pemikiran bahwa manusia yang baik adalah manusia yang
disenangi oleh semua orang. Sehingga dalam melakukan tindakan kita menjadi
sangat hati-hati dan berusaha untuk menyenangkan semua orang. Kita berusaha
membuat orang tua kita senang, kakak kita senang, adik kita senang, paman kita
senang, bibi kita senang, pacar kita senang (kalau punya), teman kantor senang,
atasan kita senang, atasan kita di atasnya atasan kita senang, tetangga sebelah
kanan senang, tetangga sebelah kiri senang, pak RT senang, satpam kompleks
senang. Pokoknya semua orang yang kenal dengan kita harus senang kepada kita.
Disinilah
arah orientasi menjadi manusia yang lebih baik menjadi berubah, kita move
on tidak berusaha memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik, melainkan
kita move on untuk berusaha menyenangkan orang lain (semua
orang). Tapi memang sah-sah saja jika itu pilihan hidup yang kamu ambil, tapi
ada alasan bahwa apa yang kamu kerjakan untuk bisa menyenangkan semua orang
mungkin akan sia-sia.
Tidak semua orang punya pikiran
yang sama
Kamu harus ingat bahwa setiap orang
punya pikiran dan pandangan yang berbeda dalam menyikapi hidup, tergantung dari
seberapa luas wawasan dan seberapa banyak pengalaman hidup. Ayahmu
menginginkanmu menjadi tentara, ibumu menginginkanmu menjadi dokter, kakakmu
menginginkanmu menjadi atlet, pamanmu menginginkanmu menjadi pengusaha dan lain
lain. Jika kamu ingin menyenangkan hati semua orang, kamu akan menjadi dokter
tentara yang berprestasi dalam bidang olahraga yang juga sukses sebagai
pengusaha. Tapi tentu saja itu butuh perjuangan, dan itu baru hati 4 orang yang
kamu senangkan, belum yang lain.
2. Standart
kepuasan hidup setiap orang berbeda
Mungkin kamu sudah merasa cukup dengan memiliki rumah
sederhana tanpa harus kontrak rumah atau kos, tapi ada juga orang yang baru
merasa cukup jika memiliki rumah yang luas, berlantai 3, dan ada juga yang baru
merasa cukup jika tinggal di kastil dan bernyanyi dari balkon kastilnya setiap pagi.
Begitu juga jika kamu mau menuruti kepuasan mereka semua, maka perjuanganmu
tidak akan ada habisnya.
3.
Semua orang
bertanggung jawab atas hidupnya masing-masing
Tetanggamu sebelah kanan listriknya diputus karena
tidak mampu bayar listrik, semenjak dia di-PHK. Tetangga sebelah kirimu
terancam bercerai karena sering bertengkar mengenai orang ketiga. Teman
kantormu harus naik angkot setiap hari karena kendaraannya dicuri orang. Setiap
orang memiliki masalahnya masing-masing, dan setiap orang juga bertanggungjawab
atas hidupnya masing-masing. Jika kamu ingin menyenangkan semua orang, tentunya
kamu tidak akan membiarkan mereka semua dalam masalah. Tapi ingat, kamu bukan Superman,
atau juga bukan Al Masih yang menjadi juru selamat atas penderitaan
semua orang. Tuhan memberikan ujian kepada setiap individu yang tentu saja
sudah diukur sesuai kemampuan masing-masing. So, jangan bebani hidupmu dengan
permasalahan orang lain, jika kamu ingin membantu orang lain maka bantulah
sesuai kemampuanmu.
“Banyak” disini bersifat subjective, tergantung
seberapa baik lingkunganmu berada. Jika kamu berada dilingkungan kompetitif,
maka hukum rimba seolah berlaku disini, siapa yang kuat maka dia-lah yang akan
bertahan hidup, maka jangan heran jika ada saja orang yang menginginkan kamu
lemah dan jatuh. Kelemahanmu akan mereka jadikan pijakan untuk melebihimu.
5.
Banyak
pendapat yang hanya sekedar pendapat
Mungkin tidak semua, tetapi banyak sekali di dunia ini
orang yang memberi nasehat tapi tidak mengaplikasikan apa yang katakan untuk
dirinya sendiri. Seseorang mengatakan “Kamu itu jangan moody, ada orang kok
gampang emosi” tapi dia sendiri mengatakan itu dengan emosi dan nada tinggi.
Banyak juga yang memberi masukan kepadamu tapi juga sekedar masukan saja, dia
tidak terlalu peduli apakah kamu akan benar-benar mengerjakan masukan darinya
atau tidak.
6.
Orang bisa
membenci tanpa alasan
“Aku nggak suka kamu karena kamu sok ‘yes’ !” atau
bisa juga “aku nggak suka sama dia karena nggak suka aja” , “nggak
sukanya kenapa?”, “ya pokoknya nggak suka aja”
Well,
jangan dikira orang seperti itu tidak ada, setidaknya ada satu diantara 10. Sekeras
apapun kamu mencari simpati orang seperti ini, tetap saja akan ada yang kurang
dari mu di mata-nya. Lain lagi ceritanya kalau ada orang bilang “aku nggak
suka sama kamu karena mukamu ngeselin” So, there’s nothing you can do?
7.
Nabi saja
punya musuh
Sedih mah kalo inget banyak nabi-nabi terdahulu yang
baik-baik dan pasti masuk surga tapi dimusuhi oleh kaumnya sendiri. Nabi
Muhammad SAW saja sampai berpindah ke Madinah karena terus akan dibunuh oleh
penduduk kampung beliau sendiri di Mekkah. Bahkan Nabi Isa AS yang menyembuhkan
orang sakit dan menghidupkan orang mati saja diperbolehkan untuk dibunuh oleh
para alim ulama jaman itu (Yahudi). Apalagi kamu yang punya banyak
keterbatasan, lupa nyuci gelasmu sendiri saja, sudah bisa bikin OB (office boy)
kantor cemberut sama kamu.
Jika mau disebutkan lebih banyak, maka akan menjadi sebuah disertasi, tapi 7 alasan di atas sudah cukup untuk mewakili yang lain.
Ada banyak alasan mengapa kamu harus tetap focus memperbaiki diri, tapi tentu saja tidak termasuk supaya kamu disenangi semua orang. Semakin kamu berubah menjadi lebih baik, semakin mudah impian hidup kamu capai, dan semakin cepat kesialan hidup menghindarimu. Dan kabar baiknya efek dari perubahan hidupmu yang lebih baik, akan mendatangkan simpati orang di sekitar kepadamu. Setidaknya kamu tidak perlu memperhatikan satu orang yang membencimu jika kamu punya sembilan orang yang mencintaimu. Life is not that hard, isn’t it?
Surabaya, 30 September 2019
R. Shantika Wijayaningrat
Ada banyak alasan mengapa kamu harus tetap focus memperbaiki diri, tapi tentu saja tidak termasuk supaya kamu disenangi semua orang. Semakin kamu berubah menjadi lebih baik, semakin mudah impian hidup kamu capai, dan semakin cepat kesialan hidup menghindarimu. Dan kabar baiknya efek dari perubahan hidupmu yang lebih baik, akan mendatangkan simpati orang di sekitar kepadamu. Setidaknya kamu tidak perlu memperhatikan satu orang yang membencimu jika kamu punya sembilan orang yang mencintaimu. Life is not that hard, isn’t it?
Surabaya, 30 September 2019
R. Shantika Wijayaningrat
Sumber Referensi
Amalia, Farizza Nour (2018) Cara Mengubah Kebiasaan Buruk.
Jakarta: Anak Hebat
Indonesia
Edgerton, Franklin (1965) The
Panchatantra. Translated from the Sanskrit. London: George
Allen and Unwin Ltd.
Ranggawarsita, R.Ng. (1873) Serat
Sabdajati. Karaton Surakarta Hadiningrat: Sasana Pustaka
Suseno, Franz Magnis. (1984) Etika Jawa: Sebuah
analisis falsafi tentang kebijaksanaan hidup Jawa,
Jakarta: PT Gramedia