Beberapa waktu lalu saya melayat seorang senior sepuh di sebuah
organisasi yang meninggal karena komplikasi diabetes dan hypertensi. Sedih
rasanya mengingat beliau adalah orang yang semangat kerjanya patut dicontoh
semasa hidup, tapi lega juga mengingat beliau sekarang sudah tak merasakan
sakit lagi. Hanya doa yang bisa disampaikan semoga amal ibadah beliau diterima
di sisi-Nya.
Semasa hidup almarhum merupakan seseorang yang sangat keras dalam
bekerja, beliau membangun perusahaan furniture mulai dari nol hingga bisa
ekspor. Tapi sayang ketika usaha beliau sudah berkembang pesat, kesehatan
beliau malah menurun akibat pola kerja yang tidak mengenal waktu, pola makan
yang kacau, istirahat kurang, dan sedikit aktivitas fisik. Akibatnya di usia
hampir 60 beliau terindikasi penyakit jantung dan hypertensi. Kondisi semakin
menyedihkan mengingat anak-anak beliau yang tinggal jauh dan terlalu sibuk
dengan bisnisnya masing-masing untuk sekedar melihat kabar ayahnya, bahkan
ketika beliau terserang stroke sekalipun. Memang diakui beliau, sejak anak-anaknya masih kecil jarang berkomunikasi dengan karena kesibukan kerja, pulang larut
anak-anak sudah tidur.
Ketika beliau meninggalpun tak banyak orang yang melayat, meskipun
berbagai karangan bunga dari rekan-rekan bisnis berjajar di pagar rumah hingga
pagar rumah tetangga. Sepertinya para tetangga juga tidak terlalu dekat dengan
almarhum. Seperti ada satu hal yang kurang dibalik kesuksesan almarhum.
________________________
Paul J. Meyer seorang
triliuner yang menulis 24
Keys That Bring Complete Success mengatakan
dalam bukunya bahwa kesuksesan hidup itu haruslah diusahakan dalam segala aspek
kehidupan. Dia membagi kehidupan mencakup 6 aspek. Apa itu?
1. Keluarga (Family & Home)
2. Keuangan & Pekerjaan (Financial &
Carrier)
3. Kesehatan (Physical & Health)
4. Keagamaan & Spiritualitas (Spiritual
& Ethical)
5. Sikap Mental & Pengembangan Diri (Mental
& Educational)
6. Kehidupan Sosial (Social & Cultural)
Keenam aspek itu tadi haruslah berjalan beriringan dan saling melengkapi. Keenamnya diibaratkan sebagai jari-jari roda, yang mana jika salah satu diantara enam aspek tersebut kurang maka akan terjadi ketimpangan yang berakibat roda tidak berjalan dengan mulus. Jika semua jari-jari itu kecil, maka perjalanan hidup akan sangat lambat, bahkan tidak sampai tujuan.
Kamu sukses dalam pekerjaan, secara financial
berkecukupan tapi apa gunanya jika kamu tidak sehat, karena terlalu sibuk
hingga tidak sempat berolahraga. Makan makanan semahal apapun terasa tidak
enak, dan lama-lama harta yang kamu kumpulkan selama ini malah habis terpakai
untuk biaya berobat.
Kamu seseorang yang sangat religius, segala
macam ibadah yang diperintahkan agamamu kamu kerjakan. Tapi kamu tidak baik
dengan tetanggamu, kamu tidak mau menyapa ataupun mengobrol dengan tetangga
karena keagamaan mereka tidak sebaik keagamaanmu, bahkan datang melayat
tetangga yang meninggal saja kamu tidak mau. Tentu saja tetanggamu tidak akan
peduli kepadamu jika sewaktu-waktu kamu mendapat musibah atau ujian.
Kamu seseorang yang cerdas, berpendidikan tinggi, tapi kamu merasa
terlalu gengsi untuk bekerja kepada orang lain, tapi kamu juga terlalu malas
untuk memulai usahamu sendiri. Bekerja hanya akan membuat kamu kehilangan waktu
bebasmu dan merendahkan martabat keilmuan-mu. Dan apa yang terjadi kemudian,
kamu tidak punya penghasilan, hidupmu tidak berkembang dan ilmu yang kamu
miliki kemudian tidak bermanfaat.
___________________________________
Mungkin dalam hidup, kita memiliki prioritas masing-masing,
memiliki mimpi masing-masing dan cara masing-masing untuk meraihnya. Tapi kita
juga harus ingat bahwa kita tidaklah hidup sendiri, kita punya keluarga untuk
pulang, kita punya tetangga untuk hidup berdampingan, kita punya kehidupan
social untuk berbagi dan berkembang dan kita punya kehidupan spiritual sebagai
sarana control atas diri kita sendiri di dunia yang fana dan tak menentu.
Enam aspek dalam kehidupan yang di paparkan oleh Paul J. Meyer di
atas sangatlah baik dipakai sebagai sarana mengevaluasi diri atas kehidupan
yang kita jalani. Setidaknya jika setiap akhir tahun kehidupan kita dievaluasi
dengan cara di atas, maka di tahun berikutnya kita tahu bagian mana dalam hidup
ini yang perlu diperbaiki.
Sri Paduka Mangkunagara IV |
Jauh sebelum Paul J. Meyer membagi kehidupan dalam 6 bagian, Sri Paduka
Mangkunagara IV yang bertahta di Surakarta tahun 1853 – 1881 dalam Serat Wedhatama membagi
kehidupan ini ke dalam tiga bagian yaitu Wirya (versi lain
Daya), Arta dan Wasis.
Pembagian Mangkunagara IV nampak lebih sederhana, namun demikian sebetulnya
pembagian ini lebih mendalam.
Wirya atau Daya bermakna
kekuatan, kekuatan fisik (kesehatan) maupun kekuatan social (power). Kesehatan
menjadi bagian yang paling mendasar dalam kehidupan, karena itu upaya
memelihara kesehatan haruslah ditempatkan di nomor satu. Sedangkan kekuatan
sosial (power) bagian yang juga tidak boleh dilewatkan, kemampuan kita menyatu
dengan lingkungan sosial akan mempengaruhi kenyamanan dan keamanan kita dalam
menjalani kehidupan, secara lebih khusus keluarga.
Arta berarti uang, namun
demikian yang dimaksud arta disini sebetulnya adalah finansial dan karier.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa sekuat apapun kita berusaha menjauhi sikap
materialistic, kita tetap membutuhkan keamanan finansial untuk menjalani hidup
dan bermanfaat bagi keluarga. Toh kalau kita tidak memiliki uang, kita malah
menjadi beban bagi keluarga maupun lingkungan kita.
Yang terakhir Wasis berarti
cerdas, seseorang haruslah selalu berusaha meng-update ilmu dan mengembangkan
diri secara mental dan spiritual termasuk di dalamnya agama. Karena di zaman
yang terus berkembang, bisa jadi ilmu yang kita dapatkan beberapa tahun yang
lalu sudah ketinggalan zaman, karena itu di zaman sekarang tidak ada jeda bagi
kita untuk berhenti belajar.
"Bonggan kang tan mrelokena, mungguh ugering
ngaurip,
uripe tan
tri prakara, wirya, arta, tri winasis,
kalamun kongsi sepi, saka wilangan tetelu,
telas tilasing janma,
aji godhong jati aking, temah papa papariman
ngulandara."
Celakalah bagi yang tidak berusaha mengerti akan landasan hidup.
Ada tiga hal dalam
hidup. Kekuatan, finansial, ketiga ilmu.
Bila tak satu pun dapat diraih dari ketiga hal itu, maka habis lah harga
diri.
Tidak lebih berharga dari daun jati kering, akhirnya mendapat
derita,
menyusahkan dan tak tahu arah.
- Serat Wedhatama -
menyusahkan dan tak tahu arah.
- Serat Wedhatama -
Surabaya, 25
Maret 2019
R. Shantika
Wijayaningrat
Sumber Referensi
Dipokusumo, KGPH Adipati. (2017). Sakti di era Globalisasi. Surakarta
Dipokusumo, R. Ay. Febri. Wheel of Life of FHD Motivation. Surakarta
Mangkunagara IV. Serat Wedhatama. Surakarta
Meyer, Paul J. ISBN 0882701088