“Mbok aku wis, piro?” (mbok saya sudah, berapa?)
“Lahlah, kowe arep
mbayar iki opo nduwe duwit?” (halah, kamu mau
bayar memangnya punya uang?)
“Yo sing penting
diitung sek mbok” (Ya yang penting dihitung dulu mbok)
Itulah
salah satu percakapan yang saya ingat antara seorang mahasiswa dengan ibu
kantin di kampus 11 tahun yang lalu, bukan saya mahasiswa itu, kebetulan saya
duduk persis di depan si ibu kantin, jadi saya bisa mendengar dengan jelas
percakapan antara mbok Jum si ibu kantin dengan para mahasiswa yang jadi
pelangganya.
Mungkin
sebelumnya nama Mbok Jum tidaklah banyak dikenal oleh orang luar UNS, tapi
berita kematiannya beberapa waktu yang lalu menjadi berita duka yang disorot
oleh banyak media online dalam negeri. Cukup unik memang mengingat mbok
Jum bukanlah seorang Walikota atau pejabat yang memiliki satyalencana atau
bintang jasa yang banyak, tapi kematiannya cukup untuk menjadi pemberitaan dan
ucapan bela sungkawapun mengalir di media sosial.
Mbok Jum
hanyalah seorang ibu kantin yang sederhana, kantinnya pun bukan kantin yang
spektakuler dengan berbagai menu mewah seperti lobster, shark fin atau medalion steak.
Hanya ada pecel, nasi gudeg, sayur lodeh dan berbagai gorengan. Kantinnya pun
hanya bangunan semi permanen dengan atap asbes. Tapi karena berada di
lingkungan Fakultas Sastra dan Seni Rupa (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) kantin
ini jadi terlihat agak eksentrik dengan berbagai lukisan dan grafity hasil
karya mahasiswa seni rupa yang membutuhkan tempat berekspresi.
Lantas apa
yang membuat kantin mbok Jum begitu termasyur diantara puluhan kantin yang
tersebar di UNS? Harganya paling murah? masakannya paling enak? Tempatnya
paling unik? Pelayanannya paling bagus?
Kalau harga mungkin memang
paling murah diantara yang lain, nasi pecel dengan es teh gorengan 2 saja waktu
itu cuma Rp. 5.000,- (tahun 2007). Kalau paling enak, relatif sih tergantung
selera. Tempat dan pelayanan juga relatif (subjective). Tapi
ada satu hal yang mungkin tidak didapat di tempat lain, makan disini boleh ngutang (tentunya
jika benar-benar nggak punya uang). Tentu saja itu menjadi daya tarik bagi
mahasiswa UNS yang didominasi anak-anak kos-kosan dari luar kota Solo.
Karena itu
setiap tanggal tua, jam makan siang. Kantin mbok Jum dipadati mahasiswa dari
semua fakultas yang sedang missqueen untuk makan
siang murah atau malah makan siang bayar bulan depan. Beda dengan tanggal muda
dimana mahasiswa masih bisa berfoya-foya makan di restoran-restoran depan
kampus yang mahal, kantin mbok Jum tidak sepadat di tanggal tua. Mbok Jum
seperti juru selamat-nya mahasiswa di tanggal tua.
Meskipun
kantin-kantin lain sudah menaikan harga makanan karena harga-harga kebutuhan
pokok yang naik, mbok Jum tetap keukeuh bertahan
dengan harga biasanya dengan alasan dikasih harga murah saja mahasiswa masih
banyak yang ngutang, apalagi dikasih harga mahal. Lagian mbok Jum juga suka
kasihan dengan mahasiswa yang tidak bisa makan karena tidak punya uang.
(detik.com 10/7/2018)
Tapi kemurah hatian mbok Jum kemudian banyak dimanfaatkan
oleh mahasiswa nakal ketika membayar tidak menyebutkan semua yang sudah
dimakan. Ada yang mengambil gorengan 5 tapi bilang cuma ambil 2, ambil kerupuk
atau pisang tapi tidak disebut. Kalau yang melakukan satu atau dua orang
mungkin simbok tidak terpengaruh, tapi kalau yang melakukannya banyak, simbok
bisa rugi. Bukannya mbok Jum tidak tahu, tapi mbok Jum memilih membiarkan saja,
ikhlas. Inilah yang membuat kantin Mbok Jum melegenda, sejak berdiri 40 tahun
yang lalu, kantin mbok Jum menjadi tongkrongan mahasiswa UNS yang sekarang
sudah menjadi orang-orang besar, pengusaha sukses, pejabat, bupati bahkan
menteri.
Pernah ada seseorang yang datang ke kantinnya lalu memberi
uang jutaan rupiah, orang tersebut mengatakan bahwa itu untuk membayar utangnya
puluhan tahun yang lalu ketika masih menjadi mahasiswa perantauan.
Kini simbok sudah tidak ada, tapi jasanya akan tetap dikenang
ribuan orang yang pernah merasakan lezatnya masakannya dan merasakan kebaikan
hatinya. Mungkin dia hanyalah seorang ibu kantin biasa yang sederhana, tapi
ketika dia tiada, banyak orang merasa kehilangan, banyak bela sungkawa yang
terucap, banyak media yang memberitakan dan banyak doa yang mengalir. Ketulusannya
akan menjadi inspirasi bagi semua orang, bukan cuma civitas akademika UNS saja.
Mungkin itulah kuliah 1.000 SKS yang diampu oleh mbok Jum, mata kuliah
ketulusan. Bahwa kebaikan-kebaikan kecil adalah awal bagi kita untuk melakukan
kebaikan-kebaikan yang lebih besar.
Selamat jalan mbok
Pinanggih malih mangke ing kalanggengan
Surabaya 15 Maret 2019
R. Shantika Wijaya
Sumber Referensi