|
Jalan masuk menuju Situs Krendawahana |
Mungkin
tidak banyak yang pernah mendengar nama Krendawahana, kecuali para penggemar
wayang kulit dan orang-orang yang aktif di dunia spiritual Jawa. Krendawahana
merupakan nama hutan yang terletak di sebelah utara Kota Solo yang luasnya saat
ini tidak lebih dari 1 hektar dan terus berkurang akibat padatnya pemukiman.
Saya tertarik untuk menulis mengenai Hutan Krendawahana ini karena masih banyak
yang masih salah paham mengenai hutan ini, meskipun situs ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya yang memiliki peran
penting sebagai patok kosmologi Kota Solo disebelah utara.
Krendowahono/Krendawahana
secara etimologi bermakna ‘berkendaraan kereta jenasah’ (Krenda - Keranda = Kereta
Jenasah, Wahana = Kendaraan). Tidak ada yang tahu pasti mengapa hutan ini
disebut demikian, karena tidak ditemukan catatan yang memadai dari
naskah-naskah kuno mengenai asal mula hutan ini. Namun demikian sumber dari
Keraton Surakarta menyebutkan bahwa hutan Krendawahana identik dengan Hutan
Pasetran Gandamayit tempat tinggal Bathari Durga dari dunia pewayangan.
|
Durga |
Bathari
Durga adalah manifestasi (avatara) Bathari Uma atau Parwati yang
merupakan permaisuri Bathara Guru (Shiva) dalam mitologi Jawa Kuna. Dewi Uma
adalah seorang dewi yang berparas cantik dan memiliki banyak kesaktian.
Kesaktian-kesaktian Dewi Uma ini kemudian diwujudkan dalam banyak manifestasi
yang disebut Mahavidhya dalam 10
perwujudan.
|
Dhumawati menaiki kereta jenazah |
Tidak
banyak yang tahu bahwa Durga juga memiliki gelar sebagai Dewi Dumawati (Dhumavati)
yang bermakna “janda dari tempat berkabut”. Dewi Dumawati digambarkan
sebagai seorang wanita tua renta dengan pakaian serba putih sebagai symbol duka
cita di zaman kuno, dia menaiki kereta jenazah yang dikelilingi banyak burung
gagak. Dewi Dumawati merupakan manifestasi dari Durga sebagai pelindung kaum yang berputus asa, kehilangan harapan dan ketidak berdayaan. Karena itu Dumawati digambarkan sebagai wanita renta yang menaiki kereta jenasah.
Jika
ditarik sebuah benang merah, bisa jadi Hutan Krendawahana memiliki hubungan
erat dengan ritus pemujaan Dewi Dumawati di era Hindu-Buddha meskipun tidak
ditemukan bukti-bukti arkeologis yang memadai. Namun kesimpulan ini cukup kuat
mengingat hingga saat ini Hutan Krendawahana dianggap sebagai sebuah sanctuary
atau monument pertemuan dengan Dewi Durga.
|
Durga dalam wujud Dewi Kali (tantra) |
Lebih jauh
mengenai Dewi Durga dan Dumawati, dalam mitologi Hindu Dumawati hanya dikenal
dalam aliran tantra, yaitu sebuah aliran esoteric yang dianut
terbatas oleh kalangan tertentu di masa Hindu-Buddha. Masyarakat umum biasanya
menganut alira shaiva atau Siwa-isme yang cenderung moderat, namun
kalangan tertentu menganut aliran tantra
yang bersifat isoteric atau mistik. Salah satu tokoh penganut aliran tantra
yang terkenal adalah Raja Singhasari terakhir yaitu Raja Kertanegara. Dia menganut
agama Buddha aliran tantrayana yang bersifat mistik yang umumnya dipenuhi
dengan ritual-ritual pengorbanan yang diyakini sebagai jalan pintas untuk memutus rantai karma. Namun nampaknya hingga era
peralihan Hindu – Islam, aliran tantra masih bertahan di daerah-daerah terpecil di Jawa Tengah & Jawa Timur, hal ini
terbukti dengan temuan-temuan arkeologis yang bersifat tantra di candi-candi
lereng Gunung Lawu (Sukuh-Cetho dll) yang berasal dari dari abad 15-16.
|
Arca Durga Candi Menggung Tawangmangu |
|
Hutan
Krendawahana nampaknya juga memiliki kaitan dengan candi-candi tantra di lereng
Gunung Lawu. Candi Sukuh & Candi Cetho memiliki relief yang bercerita
mengenai Sudamala, dimana tokoh sentral dalam cerita ini adalah Sadewa (bungsu
Pandawa). Dalam kisah ini Sadewa diculik oleh Ranini Dewi Durga untuk
dikorbankan supaya Dewi Durga yang berwujud raksasa bisa kembali menjadi dewi
yang cantik dan kembali tinggal di kahyangan. Setelah berhasil menculik Sadewa,
Dewi Durga kemudian mengikat Sadewa disebuah pohon di Hutan Sentra Ganda Mayit.
Namun sebelum Sadewa berhasil dijadikan korban persembahan, Sadewa berhasil
diselamatkan oleh Bathara Guru yang merasuk ke dalam tubuhnya. Setelah selamat
Sadewa pun meruwat Dewi Durga dan mengembalikan ke wujud aslinya yang cantik kemudian
kembali ke kahyangan.
|
Sadewa diikat di pohon oleh Durga (relief Candi Sukuh Karanganyar) |
Di situs
Hutan Krendawahana dapat ditemukan pohon beringin putih yang dinamakan punden,
yang menurut legenda merupakan pohon tempat Dewi Durga mengikat Sadewa sebelum
dikorbankan. Setiap tahun, Keraton Surakarta mengadakan upacara Wilujengan
Nagari Mahesa Lawung, dalam upacara ini dilakukan penanaman kepala kerbau lawung,
yaitu kerbau jantan khusus yang masih belum kawin dan belum dipakai untuk
bekerja.
Penanaman
kepala kerbau ini semakin menguatkan hubungan hutan ini dengan Dewi Durga,
mengingat dalam mitologi Hindu, Dewi Durga digambarkan berkendaraan kerbau yang
kepalanya dipenggal yaitu Mahesasura (Arca Durga Mahisasuramardini). Upacara
Mahesa Lawung sendiri menurut literature
kuna merupakan upacara Raja Weda dari masa kerajaan Hindu-Buddha yang diformat ulang oleh wali songo
sehingga menjadi upacara yang lebih Islami.
|
Upacara Mahesa Lawung oleh Keraton Surakarta |
R.
Shantika Wijayaningrat
Artikel ini ditulis dari sudut pandang pribadi penulis sebagai penggemar
sejarah dan spiritualitas.
Sekiranya diperlukan sebuah penelitian yang lebih mendalam untuk menguji
hipotesis yang disampaikan dalam artikel ini.