Suggestion: Membaca artikel ini akan lebih
menyenangkan jika diiringi dengan mendengarkan musik yang tenang dan meditatif.
Setiap individu memiliki pandangannya sendiri-sendiri mengenai hidup dan
kehidupan. Ada yang memandang hidup ini adalah sebuah perjalanan panjang menuju
sebuah kehidupan baru di akhir nanti, ada yang memperumpamakan hidup ini
sebagai sebuah roda yang terus berputar, kadang diatas dan kadang dibawah dan
akan terus seperti itu. Ada pula yang merasakan hidup ini sebagai sebuah ladang,
apa yang kita tuai adalah apa yang kita tanam. Akan tetapi pada dasarnya pandangan
setiap individu akan hidup dan berkehidupan adalah berdasarkan pengalaman pribadi
masing-masing.
Namun demikian pengalaman hidup tidak lantas membuat semua orang menjadi “berpengalaman”,
masih tetap saja ada satu diantara kita yang terus mengulangi kesalahan yang
sama, dan menghadapi masalah yang sama dengan cara yang sama seperti di
masa lalu, sama-sama tidak menuntaskan.
Yah memang pada dasarnya setiap kesalahan pastilah menghasilkan kekecewan.
Berbicara mengenai kekecewan, memang tidak ada manusia yang akan luput darinya.
Orang Jawa mengatakan “cuwa, lali, apes lan gela miliking manungsa” mudah
kecewa, mudah lalai, sering bernasib sial, suka berputus harapan adalah bagian
dari kehidupan manusia. Banyak orang yang larut dalam kekecewan dan kesedihan
hingga putus asa dan mengutuki kehidupannya. Padahal tidak akan ada asap jika
tidak ada api. Tidak akan ada kesusahan jika kita tidak melakukan sesuatu yang menyebabkan
kesusahan itu sendiri.
Quran mengatakan “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri”. Jadi sekiranya jika kita ditimpa
kesukaran dalam hidup, tidak perlulah kita menyalahkan siapapun, apalagi hingga
mengutuki nasib, karena kalau kita mau flashback ke belakang pasti ada
sesuatu yang kita sadari atau tidak yang tidak tepat kita lakukan. Tapi bukan berarti
juga disaat saat seperti itu kita harus meratapi masa lalu dan menangisinya,
apalagi terus mengorek-ngorek dimana kesalahan kita hingga Tuhan memberi balasan
seperti ini. Yang kita butuhkan cukuplah berintrospeksi diri, toh Tuhan selalu memberi
kesempatan untuk memperbaiki diri.
Buddha mengatakan ketika seekor burung hidup, dia akan memakan banyak
semut, tetapi ketika si burung mati, maka semut-semut akan memakannya. Dan Yesus
bersabda orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang
menabur banyak akan menuai banyak juga. Musibah dan kesusahan sebetulnya adalah
sebuah kelegaan, karena berarti Tuhan sudah menjatuhkan hukuman atas kesalahan
kita dimasa lalu dan mungkin yang sudah kita terima balasannya tidak akan kita terima lagi, kecuali kalau kita mau mengulangi lagi. Tapi
pada dasarnya manusia adalah makhluk yang selalu ingin tahu dan ngeyel, mereka akan bertanya-tanya apakah berarti kita
tidak boleh melakukan kesalahan?, dan bagaimana jika kesalahan itu tidak
disengaja? Maka jawabannya adalah… “Ya sudah… toh kita adalah manusia yang tak
luput dari kekhilafan”, maka berharap saja Tuhan mengampuni kesalahan kita. Jika
kita dalam hidup ini selalu punya niatan yang baik, maka pasti ada kebaikan
yang kita dapatkan dari hidup ini.
R. Ng. Ranggawarsita seorang pujangga mengatakan dalam Serat Kalatidha “Ndilalah
kersa Allah, beja-bejaning kang lali, luwih beja wong kang eling lan waspada”
yang jika ditafsirkan kurang lebih seperti ini “Pastilah Tuhan menghendaki,
seberuntung-beruntungnya (seenak-enaaknya hidup) orang yang lalai (pura-pura
khilaf atau mengkhilafkan diri) masih lebih beruntung orang yang selalu ingat (eling) dan menjaga
diri dari kesalahan (waspada)”
Pada akhirnya musibah, kesukaran, kesulitan, kesedihan dan kesusahan
bukanlah mengenai apa yang Tuhan ambil dari kita, melainkan apa yang Tuhan
beri, agar kita tidak lupa bahwa ternyata dalam hidup ini ada banyak hal yang
tidak kita syukuri.
Solo, 29 Agustus 2016
R. Shantika Wijayaningrat
pictures/illustrations by google