CERDIK BERBICARA,
CERDAS MENGUASAI SUASANA
Seorang suami sedang bermesraan dengan
istrinya. Sambil mengelus-elus sang istri, si suami dengan mesra berkata,
“Sayang, kulit kamu terasa halus sekali. Sedikitpun tidak seperti perempuan
empat puluhan.”
Istrinya tertawa,” Iya belakangan ini orang-orang yang meraba aku juga
bilang begitu”
Plak! Satu tamparan mendarat di pipi sang istri. Sang
suami dengan nada tinggi berkata, “Kurang ajar! Siapa saja yang telah kamu
tawari untuk meraba-raba kamu? Ayo bicara yang jujur!”
Sambil menahan sakit sang istri berkata, “Mereka yang ngomong gitu!
Ibu-ibu di skincare bilang kulitku
memang halus!”
Kemesraan bisa berubah menjadi
perang dunia ketiga gara-gara kita tidak pandai menyampaikan gagasan dan
ditanggapi dengan reaksi spontan yang lebih diwarnai dengan salah paham. Hanya
karena kita salah bicara, tidak pas cara kita mengkomunikasikan sesuatu,
hal-hal yang awalnya berjalan dengan baik berakhir dengan kekacauan.
Hampir semua orang dapat bicara,
tapi tidak semua orang dapat melakukannya dengan baik. Tidak semua orang dapat
melakukan dengan efektif. Kadang kala, penyebabnya sangat sederhana, yaitu
karena mereka tidak meluangkan sedikit waktu untuk berfikir sejenak sebelum
berbicara.
* * *
Beberapa waktu yang lalu saya harus
memindahkan beberapa buku lama yang ada di rak buku, supaya dapat diisi dengan
beberapa buku yang lebih baru. Pekerjaan merapikan buku akhirnya terhenti
ketika tangan saya mengambil salah satu buku lama yang membuat saya ingin
membacanya sekali lagi. Judulnya “CERDIK
BERBICARA, CERDAS MENGUASAI SUASANA” karya dari Jusra Chandra, seorang
jurnalis senior dari Kota Medan. Buku ini saya beli di awal tahun 2010 (saya
selalu memberi catatan tanggal di halaman awal buku).
Buku ini tidak terlalu tebal, hanya
ada 150an halaman, tapi setiap lembar sangat luar biasa. Buku ini memberikan
sudut pandang baru bagi saya mengenai cara berkomunikasi yang baik dan menambah
skill public speaking saya. Pada
halaman cover tertulis sebuah quotation dari
Earl Nightingale,
“Sayang sekali tak banyak yang memahami bahwa kemampuan kita bertutur
kata menentukan tempat kita pada piramida sosial, serta banyaknya uang yang
bisa masuk ke kantong kita”
Memang benar apa yang yang dikatakan
oleh Earl Nightingale diatas, bahwa kemampuan kita berkomunikasi dapat
menunjukan level profesionalitas kita. Tapi sayang banyak diantara kita yang
tidak menyadari betapa pentingnya selalu meng-upgrade kemampuan kita dalam berkomunikasi terutama komunikasi
verbal.
Ada sebuah kata bijak
Jawa yang mengatakan ”ajining diri
dumunung ana ing kedhaling lathi, ajining raga dumunung ana ing busana” yang
artinya secara harafiah bahwa nilai pribadi kita berada di tiap gerakan lidah
kita, sedangkan nilai diri kita berada di penampilan kita. Pepatah ini tidak
untuk dimaknai bahwa kita harus selalu berbicara yang bagus-bagus dan selalu
berpenampilan yang keren. Tetapi untuk dimaknai bahwa kemampuan kita
berkomunikasi menentukan nilai kepribadian kita, sedangkan kemampuan kita
menempatkan diri menentukan nilai diri kita dikehidupan sosial.
Yup, kembali
ke buku. Buku ini dibuka dengan sebuah prolog “Tutur kata, bisa membangun, bisa menghancurkan” Dengan tutur kata
kita bisa saling membentuk saling pengertian, menumbuhkan persahabatan,
memelihara kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, dan sangat mungkin
melestarikan peradaban. Tetapi dengan bertutur kata jugalah kita menyuburkan
perpecahan, menghidupkan permusuhan, menambah kebencian, merintangi kemajuan,
dan menghambat pemikiran. Buku ini ditulis dengan maksud untuk memudahkan kita
cara bertutur kata yang akan memberi dampak positif bagi kehidupan kita.
* * *
Seseorang bertengkar dengan istriya gara-gara
masalah sepele, malah sampai igin bercerai. Sumber masalah justru bukan hal
yang jelek, melainkan hal yang baik.
Suatu hari, si istri membeli seekor ikan kerapu
kualitas bagus. Lalu dia menelpon suaminya di kantor, “Sayang, aku baru membeli
ikan kerapu kualitas paling bagus. Nanti malam aku masak untukmu. Sebelum
pulang dari kantor, telepon dulu, agar begitu kamu sampai di rumah, ikan
kerapunya pas dihidangkan.”
Pada sore harinya, setelah si suami menelpon
sang istri dan bersiap-siap hendak meninggalkan kantor, tiba-tiba muncul
seorang pelanggan penting yang datang untuk bertamu. Tak disangka, tamu itu menyita
waktunya setengah jam lebih.
“Aduh, celaka!” desis si suami dalam hati yang
teringat janji pada istri di rumah. Seketika itu juga si suami menelpon
istrinya, :Maaf sayang, tadi mendadak ada urusan penting… sekarang baru bisa
pulang.”
Sang istri yang menerima telepon terhentak, “Apa?
Masih dikantor? Ya Ampun! Kamu tahu tidak, kalau ikan kerapu yang dimasak sudah
dingin rasanya tidak enak? Dan kamu tahu tidak berapa mahalnya seekor ikan
kerapu kualitas bagus?”
Sang suami tidak banyak bicara. Ia buru-buru
menyetir mobil pulang. Sepanjang jalan kata-kata istri tadi masih menggema di
pikirannya. Hari sudah agak gelap, perut mulai lapar. Dalam perjalanan pulang
itu dia malah hampir menabrak orang. Begitu sampai di rumah, dengan nada tinggi
dia berkata, “Kalau ikannya sudah dingin, ya sudah! Gitu aja kok ribut!
Dihangati sebentar juga panas lagi!”
Merasa di salahkan sang istri membalas, “Kamu
memang tidak pantas makan ikan bagus yang baru siap dimasak. Sudah tidak tepat
janji malah nyalahin orang! Lain kali masak aja sendiri!”
Mereka bertengkar hebat, sampai-sampai
anak-anak pun ikut dimarahi. Ikan yang tadi dimasak dengan penuh semangat,
sekarang terhidang di meja tanpa ada yang memakannya.
Menurut anda, apakah mereka orang yang bijak
dalam berbicara?
Andaikan sang istri dapat berbicara dari sudut
pandang yang lain, misalnya bisa saja ia berkata, “Ya sudah, tidak usah
buru-buru. Nanti ikannya dihangatkan lima menit saja juga sudah beres. Hati-hati
dijalan, lain kali jangan terlambat pulang lagi ya!”
Atau bukankah sang suami bisa dengan santai
bicara, “Aduh sorry ya… kadang-kadang klien penting itu membawa rejeki, tapi
banyak menyusahkan ya… sampai-sampai ikan kita jadi dingin nih! Yuk kita panasi
lagi biar lebih enak…”
Bukankah dengan demikian pasangan itu tidak perlu bertengkar?
* * *
Orang-arang bijak dalam bertutur
kata akan banyak memikat hati dan mencapai tujuannya. Orang orang seperti itu
akan berpikir sejenak sebelum menyampaikan kata-katanya, mereka tidak hanya
memikirkan apa yang akan disampaikan tetapi bagaimana juga cara
menyampaikannya. Orang-orang seperti itu dapat menyampaikan kabar buruk
sekalipun dengan kata-kata yang baik dan efektif, dan dapat menyampaikan kata
yang keras dengan cara yang lembut. Dengan demikian kemungkinan besar hal-hal
yang menyakitkan dapat terhindari, dan dengan begitu pula mereka akan memikat
hati.
To be
continued>